Menyusul penggunaan statistik parametrik sebagai alat analisis yang dilakukan mahasiswa dalam memperlakukan data interval dan ratio, belakangan ini relatif ramai dibicarakan tentang penggunaan statistik non parametrik sebagai salah satu alternatif alat analisis dalam penelitian mahasiswa. Statistik parametrik, selain memerlukan persyaratan khusus, yakni harus memenuhi kriteria normalitas data, akan tetapi lazim digunakan jika data yang dianalisis adalah data interval atau ratio.
Secara teori, statistik parametrik memiliki kajian yang lebih kuat dibandingkan dengan statistik non parametrik. Statistik non parametrik, lazim digunakan meskipun data yang dianalisis tidak berdistribusi normal. Statistik non parametrik ini hanya mengukur distribusi. Selain itu, statistik non parametrik, hanya memerlukan perhitungan yang relatif sederhana. Penggunaan statistik non parametrik dalam penelitian mahasiswa, lebih banyak menggunakan instrumen penelitian alat ukur untuk memperoleh data.
Kajian tentang penggunaan instrumen sebagai alat ukur itu tentu saja memerlukan kecermatan dan ketelitian dalam pembuatannya. Karena dari instrumen itu akan memberikan jawaban kepada kita tentang data-data yang diperlukan dalam penelitian. Data yang baik, hanya akan diperoleh dengan instrumen atau alat ukur yang baik. Data yang valid karena memiliki validitas dan reliabel karena memiliki reliabilitas, hanya akan diberikan oleh intrumen yang valid dan reliabel. untuk memperolah instrumen yang valid dan reliabel itu diantaranya adalah harus melalui mekanisme pengujian secara statistik dengan benar. Beberapa alasan tentang perlu tidaknya pengujian secara statistik tentang penggunaan instrumen sebagai alat ukur dalam penelitian akan dibahas secara sederhana dalam tulisan ini.
Alasan pertama adalah peluang terjadinya kesalahan yang disebabkan oleh satu peubah bebas X, yakni kesalahan yang terjadi karena instrumen yang tidak valid dan reliabel. Instrumen tidak memberikan informasi yang benar bagi responden sehingga menimbulkan keraguan dalam menjawab pertanyaan pertanyaan yang diajukan. Sedangkan alasan kedua adalah kesalahan yang terjadi dalam diri responden. Instrumen sudah baik, valid dan reliabel. Akan tetapi jawaban yang diberikan pleh responden merupakan jawaban yang asal jadi, asal menjawab, dan bahkan secara sengaja tidak bersedia memberikan jawaban apa yang seharusnya di jawab.
Menurut Sambas (2006), terdapat dua pendapat tentang perlu tidaknya digunakan uji t dalam uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan statistika. Pendapat pertama menyebutkan bahwa untuk menguji validitas an reliabilitas tidak perlu digunakan uji t, tetapi cukup dengan menghitung nilai r, kemudian nilai r yang sudah diperoleh itu dibandingkan dengan nilai tabel r untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen yang sudah dibuat. Sementara pendapat kedua menyebutkan, setelah menghitung nilai r, harus dilanjutkan dengan uji t, kemudian membandingkannya dengan nilai r tabel untuk mengetahui valid atau tidaknya instrumen. Berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat tentang perlu tidaknya digunakan uji t dalam uji validitas dan reliabilitas, maka perlu ditegaskan disini, bahwa kedua pendapat di atas adalah benar. Artinya penggunaan uji r dan uji t dalam pengujian validitas dan reliabilitas dalam pengukuran alat ukur lazim digunakan dalam penelitian. Namun demikian ada syarat yang perlu dipenuhi oleh keduanya. Pertama, pengujian validitas cukup menggunakan nilai keofisien korelasi apabila responden yang dilibatkan dalam pengujian validitas adalah populasi. Artinya, keputusan valid tidaknya item instrumen, cukup membandingkan nilai r hitung dengan nilai tabel r. Kedua, pengujian validitas perlu menggunakan uji t apabila responden yang dilibatkan dalam pengujian validitas adalah sampel. Artinya, keputusan valid atau tidaknya item instrumen, tidak bisa dilakukan hanya dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel, tetapi harus dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel.
Dalam hal ini dapat dijelaskan, bahwa pengujian validitas/relibilitas dengan sensus (populasi) tidak diperlukan generalisasi atau penarikan kesimpulan yang bersifat umum, karena seluruh anggota populasi dilibatkan dalam penelitian sehingga kesimpulan yang dibuat berlaku untuk populasi itu sendiri. Sementara dalam pengujian validitas/reliabilitas dengan sampel, generalisasi diperlukan, karena tidak semua anggota populasi dilibatkan sebagai responden, oleh karena itu generalisasi harus dilakukan, apabbila tidak dilakukan generalisasi maka kesimpulan yang dibuat hanya untuk anggota sampel yang terlibat langsung sebagai responden, tidak untuk populasi.
Dalam metode statistika, kegiatan untuk membuat generalisasi dilakukan dengan menggunakan pengujian statistik tertentu. Dengan demikian pengujian statistik ini merupakan pengujian terhadap karakteristik dsampel agar dapat diambil kesimpulan yang bersifat umum dalam hal ini dianggap mewakili seluruh keberadaan/karakterisrik/ apa yang terjadi dalam populasi.
0 comments:
Post a Comment