Tuesday, July 10, 2012

ImageStilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistic” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu Ilmu Kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi
linguistic dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra. Bagi Leech, stilistik adalah simple defind as the (linguistic) study of style. Wawasan demikian sejalan dengan pernyataan Cummings dan Simmons bahwa studi bahasa dalam teks sastra merupakan…branch of linguistic called stylistic. Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson beranggapan bahwa poetics (puitika) sebagai teori tentang system dan kaidah teks sastra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Linguistic. Bagi jakobson 
Poetics deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting is concered with pictorial structure since linguistics  is the global science of verbal structur, poetics may be regarded as an integral of linguistic (Amminuddin :1995 :21).   
Berbeda dengan wawasan di atas, Chvatik mengemukakan Stilistika sebagai kajian yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistik yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik (Aminuddin :1995 :22). Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika perhatian utamanya adalah kontras system bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren : 1990 : 221).
Bertolak dari berbagai pengertian di atas, Aminuddin mengartikan stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan system tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk itu yang dijadikan sasaran kajian hanya pada wujud penggunaan system tandanya. Walaupun fokusnya hanya pada wujud system tanda untuk memperoleh pemahaman tentang ciri penggunaan system tanda bila dihubungkan dengan cara pengarang dalam menyampaikan gagasan pengkaji perlu juga memahami (i) gambaran obyek/peristiwa, (ii) gagasan, (iii) ideologi yang terkandung dalam karya sastranya (Aminuddin : 1995 :46).

Prosedur Kajian Stilistika
Kajian Stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan obyektif. Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang berfokus pada wujud penggunaan system tanda dalam karya sastra yang diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggung jawabkan. Landasan empiric merujuk pada kesesuian landasan konseptual dengan cara kerja yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian.
Pada apresiasi sastra, analisis kajian stilistika digunakan untuk memudahkan menikmati,memahami,dan menghayati system tanda yang digunakan dalam karya sastra yang berfungsi untuk mengetahui ungkapan ekspresif yang ingin diungkapkan oleh pengarang.
Dari penjelasan selintas di atas dapat ditarik kesimpulan tentang analisis yang dilakukan apresiasi sastra meliputi :
  1. Analisis tanda baca yang digunakan pengarang.
  2. Analisis hubungan antara system tanda yang satu dengan yang lainnya.
  3. Analisis kemungkinan terjemahan satuan tanda yang ditentukan serta kemungkinan bentuk ekspresi yang dikandungnya (Aminuddin : 1995 :98).

Kaitannya dengan kritik sastra, kajian stilistika digunakan sebagai metode untuk menghindari kritik sastra yang bersifat impesionistis dan subyektif. Melalui kajian stilistika ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang memenuhi kriteria obyektifitas dan keilmiahan (Aminuddin :1995 : 42).
Pada kritik sastra ini prosedur analisis yang digunakan dalam kajian stilistika, diantaranya :
  1. Analisis aspek gaya dalam karya sastra.
  2. Analisis aspek-aspek kebahasaan seperti manipulasi paduan bunyi, penggunaan tanda baca dan cara penulisan.
  3. Analisis gagasan atau makna yang dipaparkan dalam karya sastra (Aminuddin : 1995 :42-43).

Implikasi Analisis Kajian Stilistika dalam Puisi Goenawan Mohammad
Kwartin Tentang Sebuah Poci
Pada keramik tanpa nama itu
Kulihat kembali wajahmu
Mataku belum tolol, ternyata
untuk sesuatu yang tak ada

Apa yang berharga pada tanah liat ini
Selain separuh ilusi
Sesuatu yang kelak retak
dan kita membikinnya abadi

  1. a.  Analisis Sistem Tanda yang Digunakan Pengarang              
Pada puisi Goenawan Mohammad di atas bila diperhatikan terdapat paparan gagasan dalam komunikasi keseharian, namun jika ditinjau lebih lanjut dalam setiap kata, larik, bait dan tanda yang digunakan tentulah memiliki beban maksud penutur. Misalnya pada larik “sesuatu yang kelak retak” dapat menuasakan gagasan kehidupan manusia itu tidak abadi. Serta penggunaan lambang retak biasanya mengacu pada benda yang mudah pecah namun di sini pengarang ingin memberikan efek emotif sehingga retak tak lagi mengacu pada makna realitas namun secara asosiatif dihubungkan dengan kematian atau kefanaan tubuh manusia.

  • b.  Analisis Gaya Pemilihan Kata
Gaya pemilihan kata pada dasarnya digunakan pengarang untuk memberikan efek tertentu serta untuk penyampaian gagasan secara tidak langsung sehingga memiliki kekhasan tersendiri. Pada puisi Goenawan Mohammad pun terdapat manipulasi penggunaan kata misalnya pada larik “Apa yang berharga pada tanah liat ini” Penggunaan kata tanah liat pada paparan tersebut dapat diartikan dengan apa yang berharga dari tubuh manusia ini apabila pengarang menuliskan gagasan dengan “Apa yang berharga pada tanah liat ini, tanah liat hanyalah tanah yang halus. Tentu asosiasinya menjadi lain.

  • c.  Analisis Penggunaan Bahasa Kias
Bahasa kias merupakan penggantian kata yang satu dengan kata yang lain berdasarkan perbandingan ataupun analogi ciri semantis yang umum dengan umum,yang umum dengan yang khusus ataupun yang khusus dengan yang khusus. Perbandingan ataupun analogi tersebut berlaku secara proporsional, dalam arti perbandingan itu memperhatikan potensialitas kata-kata yang dipindahkan dalam menggambarkan citraan maupun gagasan baru (Aminuddin : 1995 : 227).
Kiasan yang dimaksud memiliki tujuan untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih subyektif dalam bahasa puisi. Pada puisi Goenawan Mohammad kiasan yang banyak digunakan adalah metafora yakni kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan langsung itu tidak disebutkan. Jadi ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contoh klasik : Lintah darat, bunga bangsa, kambing hitam dan sebagainya (Herman J. Waluyo : 1987 : 84). Dalam “Kwatrin Tentang Sebuah Poci” Goenawan Mohammad, wajah manusia dikiaskan sebagai sebuah keramik tanpa nama.

d.  Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian dan data konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran atau cita rasa.
Baris-baris puisi Goenawan yaitu “Pada keramik  tanpa nama itu kulihat kembali wajahmu”  menunjukkan adanya pengimajian secara visual (melukiskan sesuatu melalui imaji penglihatan).

e. Analisis penggunaan bunyi
Pada kutipan puisi Goenawan Mohammad terdapat kesamaan rima yakni pada kata “ini” yang terdapat dalam baris ke-5 dan “ilusi” pada baris ke-6 serta terdapat juga kesamaan rima yakni pada baris ke-7 pada kata “kelak retak.”

f. Analisis Makna puisi
Pada puisi Goenawan Mohammad gagasan yang ingin disampaikan dalam puisi “Kwartin Tentang Sebuah Poci” adalah kehidupan yang tak abadi namun dipaparkan semisal dalam larik pada keramik tanpa nama itu / kulihat  kembali wajahmu dapat diasosiasikan, keramik pada larik tersebut maknanya adalah benda yang terbuat dari tanah liat dan sifatnya mudah pecah hal ini disamakan dengan manusia yang merupakan benda dan tubuhnya bisa rusak kemudian larik mataku belum tolol, ternyata / untuk sesuatu yang tak ada dapat diasosiasikan dengan melihat sesuatu yang akan musnah untuk larik Apa yang berharga pada tanah liat ini / selain separuh ilusi dapat diasosiasikan sebagai apa yang berharga pada tubuh manusia selain bayang-bayang dan larik terakhir yaitu sesuatu yang kelak retak / dan kita membikinnya abadi dapat diasosiasikan dengan tubuh manusia ini seakan hanya bayang-bayang yang suatu saat akan rusak / tidak abadi dan melalui tubuh manusia yang tak abadi ini manusia membuat sesuatu yang abadi.       

0 comments:

Post a Comment