Monday, September 24, 2012


(KODE : PRTANIAN-0004) : SKRIPSI ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN LAUT DENGAN ALAT TANGKAP PANCING PRAWAI DASAR (BOTTOM LONG LINE) OLEH NELAYAN


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Hal itu didasarkan pada berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa permintaan akan hasil perikanan cenderung terus meningkat, baik untuk permintaan dari dalam maupun luar negeri. Kebutuhan ikan Indonesia pada tahun 2006 diperkirakan mencapai minimal 9,5 juta ton. Peningkatan volume tersebut disebabkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus meningkat dari 24 kg menjadi 32 kg per kapita per tahun. Selain itu, target nilai ekspor kelautan dan perikanan pun meningkat dari 2 miliar dolar AS (2003) menjadi 5 miliar dolar AS di tahun 2006. Kebutuhan ini meningkat sangat pesat dibandingkan dengan tingkat konsumsi ikan pada tahun 2001 yang mencapai 4,6 juta ton atau ekuivalen dengan 22,4 kg / kapita / tahun (Anonim, 2009).
Perikanan adalah semua kegiatan yang terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Umumnya, Perikanan ada untuk kepentingan penyediaan makanan bagi manusia, walaupun mungkin ada tujuan lain (seperti olahraga atau pemancingan yang berkaitan dengan rekreasi), mungkin juga memperoleh ikan untuk tujuan membuat perhiasan atau produk ikan seperti minyak ikan. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial atau bisnis) (Wikipedia, 2009).
Perikanan tangkap mempunvai peranan yang cukup penting, terutama dikaitkan dengan upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi perikanan yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup nelayan, menghasilkan protein hewani dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, meningkatkan ekspor, menyediakan bahan baku industri, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta mendukung pembangunan wilayah dengan tetap memperhatikan kelestarian dan fungsi lingkungan hidup (Achmad,1999).
Menurut Wikipedia (2009) penangkapan ikan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Perikanan tangkap adalah usaha ekonomi dengan mendayagunakan sumber hayati perairan dan alat tangkap untuk menghasilkan ikan dan memenuhi permintaan akan ikan.
Perikanan tangkap Indonesia sangat khas dengan karakteristik multialat dan multispesies, tersebar di seluruh wilayah pendaratan. Dilihat dari segi kemampuan usaha nelayan, jangkauan daerah laut serta jenis alat penangkapan yang digunakan oleh para nelayan Indonesia dapat dibedakan antara usaha nelayan kecil, menengah, dan besar. Dalam melakukan usaha penangkap ikan dari tiga kelompok nelayan tersebut digunakan sekitar 15 s/d 25 jenis alat penangkap.
Keanekaragaman istilah dan definisi alat tangkap pancing yang berkembang di masyarakat nelayan, akan menimbulkan penafsiran yang berbeda dalam penamaan, sehingga diperlukan standard istilah dan definisi alat tangkap pancing. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008) pancing prawai dasar merupakan pancing yang tersusun dari rangkaian tali yang dilengkapi dengan pemberat atau jangkar yang dioperasikan secara menetap. Penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi sumber daya kelautan.
Kabupaten X merupakan salah satu bagian dari 35 kabupaten atau kota di Jawa Tengah dan barada di pesisir Pantai Utara Jawa Tengah yang memiliki garis pantai mencapai 40 km. Kondisi wilayah Kabupaten X berpotensi yang sangat besar untuk usaha di bidang perikanan, terutama perikanan laut. Perikanan di Kabupaten X meliputi usaha perikanan laut (tangkap), perikanan budidaya (tambak, sawah, kolam) dan perairan umum (waduk, sungai, danau).
Pada tahun 2008 komoditi perikanan laut mempunyai jumlah produksi yang paling besar dalam subsektor perikanan Kabupaten X dibandingkan dengan ikan tambak maupun udang tambak, yaitu sebesar 197.115,48 Kw.
Selama 7 tahun terakhir ini, produksi perikanan tangkap di Kabupaten X cenderung fluktuatif tiap tahunnya, baik di lihat dari jumlah produksi (Kg) maupun dalam nilai (rupiah).
Pada tahun 2007 produksi maupun nilai perikanan tangkap di Kabupaten X berfluktuatif. Penurunan volume produksi perikanan tangkap antara lain disebabkan oleh overfishing, kondisi cuaca alam dan kerusakan lingkungan laut. Fluktuasi nilai nominal perikanan tangkap dikarenakan adanya inflasi yang terjadi di Kabupaten X. Sehingga pada tahun 2005 dan 2007 meskipun volume produksinya mengalami penurunan, namun dari segi nilai nominal mengalami peningkatan.
Adanya potensi perikanan tangkap di Kabupaten X telah menyebabkan sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, baik sebagai juragan (nelayan pemilik kapal) maupun pandega (nelayan yang tidak mempunyai kapal). Usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (Bottom Long Line) ini mampu menyerap tenaga kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu menambah pendapatan masyarakat setempat. Bagi pemilik kapal, usaha ini merupakan usaha yang menjadi sumber pendapatan pokok. Sedangkan bagi masyarakat sekitar lainnya, usaha penangkapan ikan ini merupakan salah satu contoh usaha yang berdaya serap kerja yang cukup tinggi karena dalam satu armada kapal memerlukan tenaga sekitar 30 orang sebagai anak buah kapal (ABK), tenaga pengisi bahan bakar, dan tenaga pengisi bahan pendingin. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian tentang usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (Bottom Long Line) oleh nelayan dari Kabupaten X.

B. Perumusan Masalah
Dilihat dari segi geografis, Indonesia didominasi oleh lautan sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan subsektor perikanan. Kabupaten X salah satu daerah yang memiliki garis pantai dibagian Pantai Utara Pulau Jawa dengan garis pantai sepanjang 40 Km, selebar 4 Mil sehingga ada masyarakatnya yang bermata pencaharian dibidang perikanan, baik bidang budidaya tambak maupun bidang penangkapan di laut. Hasil dari subsektor perikanan terutama perikanan tangkap Kabupaten X adalah berbagai macam ikan segar dan ikan olahan misalnya ikan asin, ikan pindang, dan ikan asap yang digunakan sebagai sumber gizi dan protein oleh masyarakat. Salah satu wujud pemanfaatan potensi subsektor perikanan di Kabupaten X adalah dengan cara mengusahakan usaha penangkapan ikan laut.
Tujuan setiap pengusaha dalam menjalankan usahanya adalah untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan cara memaksimalkan keuntungan, meminimumkan biaya, dan memaksimalkan penjualan. Tetapi dalam kenyataannya, seringkali pengusaha dalam menjalankan usahanya hanya berdasarkan prinsip asal usahanya bisa berjalan dengan lancar tetapi kurang memperhatikan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi usahanya. Selain analisis tersebut, analisis risiko juga diperlukan dalam usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X. Hal ini disebabkan karena nelayan menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya, yaitu perubahan cuaca dan iklim, perbedaan kemampuan SDM tenaga kerja maupun adanya overfishing yang terjadi di laut sekitar Indonesia.
Usaha penangkapan ikan laut di Kabupaten X mempunyai ciri khas yaitu menggunakan sistem bagi hasil (keuntungan) dalam pembagian keuntungan diantara juragan (pemilik armada kapal) maupun nelayan pandega (nelayan yang tidak punya armada kapal). Menurut Subiyanto (2009) pola bagi hasil ini setidaknya mengurangi risiko bagi pemilik kapal tidak memberi upah yang tidak sepadan bilamana hasil tangkapannya sedang buruk. Hal ini terjadi disebabkan penghasilan nelayan yang tidak dapat dipastikan, namun tergantung dari jumlah hasil tangkapan serta hasil penjualan yang dilakukannya. Dengan adanya sistem bagi hasil dari keuntungan ini maka dapat digunakan untuk analisis keuntungan dan risiko nelayan (pandega maupun juragan). Berkaitan dengan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Berapa besarnya biaya,penerimaan, keuntungan, efisiensi dan risiko usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X ?
2. Berapa besarnya keuntungan dan risiko setelah sistem bagi hasil yang diterima oleh nelayan (pandega dan juragan) dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) dari Kabupaten X ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian usaha penangkapan ikan laut skala sedang dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) di Kabupaten X bertujuan untuk :
1. Menentukan besarnya biaya, penerimaan, keuntungan efisiensi dan risiko usaha penangkapan ikan laut dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) oleh nelayan dari Kabupaten X.
2. Menentukan besarnya keuntungan dan risiko setelah sistem bagi hasil yang diterima oleh nelayan (pandega dan juragan) dengan alat tangkap pancing prawai dasar (bottom long line) dari Kabupaten X.

D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
2. Bagi Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan terutama dalam pengembangan perikanan tangkap.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis.
4. Bagi nelayan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam rangka peningkatan usaha dan mampu memperbaiki manajemen usaha perikanan tangkap.

0 comments:

Post a Comment