Saturday, April 10, 2010

Oleh : Dr Widodo Judarwanto SpA

PENDAHULUAN

Orang tua si Udin mengeluh, anaknya akhir-akhir ini tidak mau makan di rumah. Selidik punya selidik ternyata uang jajan dan kebiasaan jajan di sekolah semakin bertambah. Kegiatan di sekolah menyita waktu terbesar dari aktifitas keseluruhan anak sehari hari, termasuk aktifitas makan. Makanan jajanan di sekolah ternyata sangat beresiko terjadi cemaran biologis atau kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan. Perilaku makan pada anak usia di sekolah tersebut harus dihatikan secara cermat dan hatihati. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantiítas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ organ dan sistem tubuh anak. Foodborne diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang serius, sehingga seringkali kurang diperhatikan.

PEMBERIAN NUTRISI YANG BAIK DAN BENAR PADA ANAK SEKOLAH
Untuk memberikan makanan yang benar pada anak usia sekolah harus dilihat dari banyak aspek,seperti ekonomi, sosial ,budaya,agama,disamping aspek medik dari anak itu sendiri. Makanan pada anak usia sekolah harus serasi,selaras dan seimbang. Serasi artinya sesuai dengan tingkat tumbuh kembang anak. Selaras adalah sesuai dengan kondisi ekonomi,sosial budaya serta agama dari keluarga. Sedangkan seimbang artinya nilai gizinya harus sesuai dengan kebutuhan berdasarkan usia dan jenis bahan makanan seperti kabohidrat, protein dan lemak. Karena besarnya variasi kebutuhan makanan pada masing-masing anak,maka dalam memberikan nasehat makanan pada anak tidak boleh terlalu kaku. Pemberian makanan pada anak tidak boleh dilakukan dengan kekerasan tetapi dengan persuasif dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya. Pemberian makan yang baik harus sesuai dengan Jumlah, Jenis dan Jadwal pada umur anak tertentu. Ketiga hal tersebut harus terpenuhi sesuai usia anak secara keseluruhan, bukan hanya mengutamakan jenis tapi melupakan jumlahnya atau sebaliknya memberikan jumlah yang cukup tapi jenisnya tidak sesuai untuk anak. Contoh, pemberian makanan jumlahnya sudah cukup banyak tapi jenis makanannya kurang mengandung nilai gizi yan baik. Pada usia sekolah sudah harus dibagi dalam jenis kelaminnya mengingat kebutuhan mereka yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini biasanya anak perempuan sudah mengalami masa haid sehingga memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya.
Sarapan pagi bagi anak usia sekolah sangatlah penting, karena waktu sekolah adalah penuh aktifitas yang membutuhkan energi dan kalori yang cukup besar. Untuk sarapan pagi harus memenuhi sebanyak ¼ kalori sehari. Dengan mengkonsumsi 2 potong roti dan telur; satu porsi bubur ayam; satu gelas susu dan buah; akan mendapatkan 300 kalori. Bila tidak sempat sarapan pagi sebaiknya anak dibekali dengan makanan/snack yang berat (bergizi lengkap dan seimbang) misalnya : arem-arem, mi goreng atau roti isi daging. Makan siang biasanya menu makanannya lebih bervariasi karena waktu tidak terbatas. Makan malam merupakan saat makan yang menyenangkan karena bisa berkumpul dengan keluarga.

BAHAYA MAKAN JAJANAN
Pada umumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah adalah kebiasaan makan di kantin atau
warung di sekitar sekolah dan kebiasaan makan fast food. Makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa Inggris disebut street food menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik dan bervariasi. Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta baru-baru ini menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7000. Sekitar 5% anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah. Mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut.
Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting makanan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak, tahu goreng, mie bakso
dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok. Berdasarkan uji lab, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu goreng dan mie kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Belakangan juga terungkap bahwa reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk
gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autism. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan Luang air besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998. Wawancara dengan PKL menunjukkan bahwa mereka tidak tahu adanya BTP ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. BTP ilegal menjadi primadona bahan tambahan di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan penampilan makanan yang menarik (misalnya warnanya sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah didapat. Lebih jauh lagi, kita ketahui bahwa makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan bersih.
Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang sampah. Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu dan temperatur penyimpanan yang tidak tepat.

UPAYA PERBAIKKAN
Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman, perlu dilakukan usaha promosi keamanan pangan baik kepada pihak sekolah, guru, orang tua, murid, serta pedagang. Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Materi komunikasi tentang keamanan pangan yang sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan dapat ditingkatkan penggunaannya sebagai alat bantu penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah.
Perlu diupayakan pemberian makanan ringan atau makan siang yang dilakukan di lingkungan sekolah. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar anak tidak sembarang jajan. Koordinasi oleh pihak sekolah, persatuan orang tua murid dibawah konsultasi dokter sekolah atau Pusat Kesehatan Masyarakat setempat untuk dapat menyajikan makanan ringan pada waktu keluar istirahat yang bisa diatur porsi dan nilai gizinya. Upaya ini tentunya akan lebih murah dibanding anak jajan diluar disekolah yang tidak ada jaminan gizi dan kebersihannya.
Dengan menyelenggarakan kegiatan makanan tambahan tersebut, diharapkan mendapat keuntungan, misalnya : anak sudah ada jaminan makanan disekolah, sehingga orang tua tidak khawatir dengan makanan yang dimakan anaknya disekolah. Ibu yang selalu khawatir biasa memberi bekal makanan pada anaknya. Kalau makanan yang baik dan bergizi tersedia disekolah, akan meringankan tugas ibu. Dalam kegiatan ini bisa pula dikenalkan berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak disukai anak ketika disajikan dirumah, tetapi akan menerima ketika disajikan disekolah. Dengan demikan anak dapat mengenal aneka bahan pangan. Banyak studi yang menunjukkan persentase anak sekolah Amerika yang kelebihan berat badan bertambah hampir tiga kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Kecenderungan tersebut diduga akibat makanan faft food (junk food) dan kurang olahraga. Pengalaman yang bisa diambil jadi contoh yaitu kebijakan barudi Los Angeles dalam beberapa tahun ke depan akan menghilangkan tahap demi tahap minuman ringan di mesin-mesin penjaja dan kafetaria. Minuman yang dianggap tak bermanfaat itu akan diganti dengan air putih, susu dan buah-buahan dan minuman olahraga. Hal ini menunjukkan statu kepedulian terhadap
kesehatan anak usia sekolah.
Bahaya yang senantiasa mengancam kesehatan anak usia sekolah karena perilaku makan ini harus diperhatikan oleh semua pihak. Orang tua, guru, persatuan orang tua murid dan guru, pemerintah daerah khususnya departemen pendidikan dan departemen kesehatan harus mulai mengambil langkah cepat berkoordinasi untuk melakukan upaya perbaikkan. Perlu dipikirkan pembuatan peraturan atau kebjaksanaan baik oleh pihak sekolah atau instansi terkait sehingga dapat mengatasi masalah ini. Peningkatan perhatian kesehatan anak usia sekolah ini diharapkan dapat mengciptakan peserta didik yang sehat, cerdas dan berprestasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Solihin Pujiadi. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1993
2. FAO. Street Foods. Report of an FAO technical meeting on street foods, Calcutta, 6-9 November 1995. FAO Food and Nutrition paper 63. FAO, Rome. 1997.
3. Maskar D.H. Assessment of illegal food additives intake from street food among primary school children in selected area of Jakarta. Thesis. SEAMEO-TROPMED RCCN University of Indonesia. 2004.
4. Guhardja S, Madanijah S, Wulandari S, Natal NPS, and Akbar M. The role of street foods in the household food consumption: A survey in Bogor. Proceeding of the 4th ASEAN Food Conference 1992. IPB Press. 1992.
5. Anita N. Mutu mikrobiologis minuman jajanan kantin di tiga sekolah wilayah Bogor. Institut Pertanian Bogor. 2002.
6. WHO. Foodborne disease: a focus for health education. World Health Organization, Geneva. 2000.
7. WHO/ICD/SEAMEO. Persyaratan utama keamanan makanan jajanan kaki lima. (Terjemahan). SEAMEO TROPMED RCCN UI. Jakarta. 1999.
8. Agus Firmansyah.Aspek. Gastroenterology problem makan pada bayi dan anak. Pediatric Nutrition Update, 2003.
9. Hirschmann, Jane R., CSW, and Zaphiropoulos, Lela, CSW. Preventing Childhood Eating Problems: A Practical, Positive
Approach to Raising Children Free of Food & Weight Conflicts Carlsbad, CA: Gürze Books, 1993
10. Soepardi Soedibyo, Sri Nasar. Feeding problem from nutrition perspective.Pediatric nutrition update,2003.
11. Agras S., Hammer L., McNicholas F. (1999). A prospective study of the influence of eating-disordered mothers on their children. International Journal of Eating Disorders, 25(3), 253-62.

0 comments:

Post a Comment