Thursday, July 12, 2012

PENGERTIAN FONOLOGI: Uraian dan contoh
Istilah “fonologi” berpadanan dengan  phonology di dalam bahasa Inggris. Ia merupakan satu bidang khusus dalam linguistik. Fonologi ini dulu di Amerika lebih dikenal dengan  sebutan phonemics tetapi belakangan mereka sering menggunakan istilah phonology (J.W.M. Verhaar: 1984:36). Jika kita lihat kesepakatan tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988:244), fonologi dimaknai sebagai  ilmu tentang bunyi bahasa, terutama yang mencakup sejarah dan teori perubahan bunyi.
Menurut Abdul Chaer (2003:102), secara etimologi istilah “fonologi” ini dibentuk dari kata “fon” yang bermakna “bunyi” dan “logi”  yang berarti “ilmu”. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa fonologi merupakan ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya. Objek kajiannya adalah “fon” atau bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa fonologi sesungguhnya merupakan satu sub disiplin linguistik yang membicarakan tentang bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan teori-teori perubahan bunyi itu. Fonologi juga membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa dan cara menganalisnya. Dengan demikian, kegiatan mempelajari bunyi bahasa idealnya tidak hanya sebatas upaya pengenalan bunyi-bunyi itu, tetapi juga harus diiringi dengan latihan menganalisis bunyi-bunyi bahasa tersebut dari segala segi.
Sejalan dengan pandangan sebelumnya,  Verhaar (1984:36) mengatakan bahwa fonologi  merupakan bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu sesuai dengan  fungsinya untuk membedakan makna leksikal dalam suatu bahasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, leksikal artinya bersangkutan dengan kata (Depdikbud, 1988:510). Jadi bunyi bahasa yang dimaksud oleh Verhaar di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang berfungsi membedakan makna kata.
Perbedaan tersebut menurut Verhaar selalu terdapat dalam kata sebagai konstituen, yakni unsur bahasa yang merupakan bagian dari unsur yang lebih besar.  Oleh karena itu fonologi dipandangnya  sebagai satu cabang ilmu yang menyelidiki tentang “perbedaan minimal / minimal differences /  pasangan minimal antara ujaran-ujaran. Selanjutnya  Verhaar ( 1984:36) menjelaskan pula bahwa, “Pasangan minimal adalah seperangkat kata yang sama, kecuali dalam satu bunyi”. Pakar lainnya menyebut pasangan minimal ini dengan istilah “kata berkontras”, yaitu dua kata mirip yang memiliki satu bunyi yang berbeda dan menghasilkan makna yang berbeda pula. Bunyi yang berfungsi membedakan makna ini disebut “fonem” dan bunyi yang tidak berfungsi sebagai pembeda makna dinamai “fon”.
Untuk membuktikan apakah sebuah bunyi bahasa tergolong fonem  atau fon, terlebih dahulu harus dicari pasangan minimalnya.
Contoh pasangan minimal:
  • lupa dan rupa
  • fonemik dan fonetik
  •  putra dan putri
Dalam contoh tersebut, /l/ dan /r/ pada kata “lupa” dan “rupa”  berbeda secara fungsional. Artinya, /l/ dan /r/ merupakan fonem-fonem yang berbeda. Kata “lupa” terdiri atas bunyi /l/, /u/, /p/, dan /a/, sedangkan kata “rupa” dibangun oleh bunyi /r/, /u/, /p/, dan /a/. Kalau kita cermati kedua kata tersebut, ternyata yang berbeda hanyalah bunyi /l/ dalam kata “lupa” dengan bunyi /r/ dalam kata “rupa”. Dengan begitu,  /l/ dan /r/ di dalam bahasa Indonesia dipandang sebagai fonem, yaitu lambang bunyi yang berfungsi sebagai pembeda makna. Begitu pula dengan /m/ dan /t/ dalam kata “fonemik” dan “fonetik” serta /a/ dan /i/ dalam kata “putra” dan “putri”.  Sehubungan dengan ini, Verhaar dan Chaer menegaskan bahwa sejauh dapat dibuktikan bahwa suatu bunyi mempunyai fungsi untuk membedakan kata yang satu dari kata yang lainnya  maka lambang bunyi tersebut disebut fonem.
Perlu diketahui bahwa setiap bahasa memiliki khasanah fonem.Yang dimaksud dengan khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam suatu bahasa. Fonem yang dimiliki satu bahasa dengan bahasa yang lain tidak sama jumlahnya. Dalam hubungan ini Samsuri (1994:93) menegaskan bahwa “ … tidak ada dua bahasa yang memakai bunyi-bunyi yang sama benar”. Kalau begitu, berapakah jumlah fonem dalam bahasa Indonesia?  Silakan diskusikan dengan teman-teman Anda, dan berlatihlah menghitung serta mencari contoh-contohnya.
BIDANG KAJIAN FONOLOGI: Uraian dan contoh
Berdasarkan hierarki satuan bunyi, fonologi mencakup fonetik dan fonemik. Berkaitan dengan  ini, Verhaar (1984) mengatakan bahwa banyak ahli linguistik dewasa ini yang menganggap bahwa fonetik termasuk dalam fonologi. Walau Verhaar mengakui ini tetapi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Linguistik Umum,  beliau  justru memberi penjelasan yang terkesan menganggap fonetik berbeda dari fonologi. Menurutnya, fonetik menyelidiki bunyi sebagaimana terdapat dalam parole sebagai objek kongkret untuk para ahli linguistik. Bagaimana dengan artikel ini? Di sini fonetik dan fonemik dibicarakan sebagai dua bidang kajian yang sama-sama berada dalam payung fonologi seperti dijelaskan dalam bagan awal tulisan ini.
SEKILAS TENTANG FONETIK
Sependek yang penulis ketahui, fonetik merupakan studi tentang bunyi-bunyi ujar. Maksudnya,  fonetik yang merupakan cabang studi fonologi  ini mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan apakah bunyi-bunyi tersebut berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Dalam fonetik, bunyi bahasa dipelajari menurut perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Objek kajiannya adalah  “fon “ yakni bunyi bahasa pada umumnya.
Menurut Samsuri (1994:91), “Sebagai ilmu, fonetik berusaha menemukan kebenaran-kebenaran umum dan memformulasikan hukum-hukum tentang bunyi-bunyi itu dan pengucapannya; sebagai kemahiran fonetik memakai data deskriptif daripada fonetik ilmiah guna memberi kemungkinan pengenalan dan produksi (pengucapan) bunyi-bunyi ujar itu”
SEKILAS TENTANG FONEMIK
Berbeda dengan fonetik maka fonemik sebagai cabang studi fonologi mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Objek kajiannya terbatas pada fonem/ bunyi bahasa yang berfungsi membedakan makna kata.
Dalam uraian sebelumnya  sudah dicontohkan bahwa  /l/ dan  /r/ dalam kata “lupa” dan “rupa” berbeda secara fungsional. Kata “lupa” terdiri atas bunyi /l/, /u/, /p/, dan /a/ selanjutnya kata “rupa” dibangun oleh bunyi /r/, /u/, /p/, dan /a/. Kalau kita cermati kedua kata tersebut ternyata yang berbeda hanyalah bunyi /l/ dalam kata “lupa” dengan bunyi /r/ dalam kata “rupa”. Oleh karena itu,  bunyi /l/ dan /r/ di dalam bahasa Indonesia, dapat dipandang sebagai fonem yaitu lambang bunyi yang berfungsi membedakan makna.
Oleh karena itu orang Indonesia – bahkan juga orang asing – yang mengerti ilmu bunyi dalam bahasa Indonesia, tidak akan pernah mengacaukan penggunaan kedua lambang bunyi itu. Mengapa? Tentu saja  karena mereka mengetahui bahwa kedua lambang bunyi itu berbeda secara fungsional.
Lain halnya dengan bahasa Jepang. Menurut Verhaar (1984: 8) “ … dalam bahasa Jepang perbedaan  [l] dan [r] tidak fungsional, karena tidak ada pasangan kata yang mengandung kedua bunyi itu yang dapat dipertentangkan”. Sehubungan dengan ini, Verhaar pun menegaskan pula bahwa “ … dalam bahasa Jepang, perbedaan antara [l] dan [r] adalah perbedaan fonetis saja”. Ini berarti bahwa dalam bahasa Jepang, [l] dan [r] bukanlah fonem, tetapi hanya merupakan lambang bunyi atau fon.
Terima kasih, semoga bermanfaat. Komentar, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis nantikan untuk penyempurnaan isi dan bahasa wacana ini.

0 comments:

Post a Comment