Aku tercengang,
Melihatnya berkata,”aku ateis”
Kukrenyitkan dahiku, ketika dia berkata, Aku tak ber(T)uhan
Aku tak beragama, dan itu keyakinanku, demikian pengakuannya…
Lama aku merenung,
Berpikir tentang dahsyatnya sebuah kata
Yang teruntai dalam untaian kalimat
Begitu sederhana,tapi mengguncang dunia
Begitu singkat, tapi memerahkan semua telinga.
Aku kembali merenung
Namun kini sambil berandai
Jika aku yang ateis?
Apakah aku jadi berdosa?
Lebih berdosa manakah,
Yang ber(T)uhan tapi melakukan kejahatan?
Yang beragama,tapi melakukan :
Pemerkosaan?
Pembunuhan?
Merampas hak orang?
Pencurian, korupsi penuh kenistaan?
Pencurian, korupsi penuh kenistaan?
Mencaci maki, iri dengki….
atau yang tak ber(T)uhan, tapi hidup seperti orang beradab....?
Yang tak beragama namun tahu itu namanya dosa?
Apakah karena aku tak ber(T)uhan, dan juga tak beragama
Maka aku tak diterima diufuk jauh disana…
Atau jika aku ber(T)uhan, dan taat beragama
Lalu apakah aku pasti masuk surga,…
Jika hidupku penuh kejahatan berbalutkan kedengkian?
Mungkin aku mencibir,
Mungkin orang gundah gulana
Melihat yang salah berkata-kata
Tapi, siapakah aku,
Dan siapakah kamu?
Jika mengukurkan kesalahan pada sesama
Karena pantaskah aku menjadi hakim,
Dan kamu menjadi terdakwa?
Hinakah dia melebihi, aku?
Atau…
Hinakah aku melebihinya?
Malukah aku, ketika kamu tahu
Aku ber(T)uhan dan kamu tidak?
Tapi tingkah lakuku lebih setan daripada iblis?
Malukah aku, ketika kamu tahu
Aku beragama namun bejat dan bersembunyi dalam topeng keagamaanku?
Apakah aku ateis,
Melebihi kamu?
Renungkanlah ini.
Jika memang aku tak lagi punya malu,
Biarlah (T)uhan menciptakan hanya satu saja lubangku.
Lubang untuk mengisi perutku
Dan lubang untuk membuang kotoranku.
Apakah kamu ateis,
Namun aku yang ber(T)uhan dan beragama
Lebih hina daripada kamu?
Apakah aku ateis?
Renungkanlah ini.
Karena setiap orang yang bisa menjawabnya
Dari pribadi lepas pribadi
Dari hati ke hati
0 comments:
Post a Comment